Mengenai motif, batik Tuban dikenal dengan motif panjiserong, panjiori atau panjikrendil. Motif inilah yang dulunya dimiliki oleh kalangan priyayi. Namun kini, batik Tuban bisa dinikmati dan dikoleksi berbagai kalangan dan lapisan masyarakat, tanpa mengenal status sosial. Ragam motif kain batik Tuban bisa dimiliki siapa saja yang mampu. Selain motif panji, kain batik (tapih) dalam bentuk sarung maupun kain panjang di Tuban juga memiliki motif religi seperti kijing miring dan ilir-ilir.
Pada beberapa artikel menyebutkan bahwa motif Batik Gedog ini mirip dengan batik Cirebon, hal ini dikutip di buku Batik Fabled Cloth of Java karangan Inger McCabe Elliot tertulis, sebenamya batik mirip dengan batik Cirebon pada pertengahan abad ke-19. Kemiripan ini terjadi pada penggunaan benang pintal dan penggunaan wama merah dan biru pada proses pencelupan. Namun, ketika Kota Cirebon mengalami perubahan dramatis dan dengan perubahan pada batiknya, batik Tuban seperti semula.
Salah satu ciri khas Batik Gedog dari Tuban adalah serat benangnya yang kasar, biasanya perajin membuat tiga variasi ukuran kain tenun selain ukuran baku tersebut, kalau seser berukuran panjang dua meter, taplak panjangnya satu meter, sedangkan putihan sepanjang tiga meter. Selain panjang kain yang beragam, setiap kain juga mempunyai kerapatan tenunan yang berlainan. Struktur tenunan yang merangkai kain itu akan menentukan bentuk perlakuan yang akan diterima oleh kain selanjutnya. Misalnya kain seser, yang mempunyai kerapatan rendah. Jalinan benang penyusun kain tersusun jarang-jarang sehingga terdapat celah antar benang yang berbentuk kotak-kotak. Akibatnya, kain seser ini tidak dapat diberi motif batik seperti yang saat ini sedang dikembangkan oleh para perajin.
Rahasia membuat variasi kerapatan hasil tenunan, adalah dari cara menghentakkan kayu bagian alat tenun. Semakin keras dihentakkan, maka kerapatannya akan semakin tinggi. Salur wama-wami dalam selembar kain dihasilkan dari benangnya, bukan dari celupan Setiap kali akan menenun, setiap benang sudah diberi wama sendiri, sehingga warna yang dihasilkan dalam setiap helai kain merupakan “wama asli” kain itu. Hal ini berbeda dengan beberapa jenis kain tenun yang pewamaannya dilakukan usai kain selesai ditenun. Khusus untuk tenun gedog batik, proses pembatikan dilakukan setelah kain putihan selesai ditenun. Prosesnya sarna seperti membatik kain biasa.
Wama yang khas dari batik gedog adalah nila, agak kegelap-gelapan dan wama ini dipertahankan sebagai identitas batik gedog Tuban. Dahulunya, batik gedog Tuban berasal dari benang yang ditenun dengan cara tradisional.
Kemudian kain hasil tenunan itu diberi batik dengan motif-motif khas seperti yang berkembang sekarang.
Keistimewaan batik gedog, bukan hanya proses pembuatannya, tetapi juga motifnya seperti panjiori, kenongo uleren, ganggeng, panji krentil, panji serong dan panji konang. Tiga motif batik terakhir dahulu kala konon hanya dipakai pangeran. Batik motif panji krentil berwama nila malah dinyakini bisa menyembuhkan penyakit.
Kalau semula kain batik tenun gedog terbatas hanya bisa dibuat untuk taplak meja, selendang, kemeja, kini sudah berkembang menjadi motif batik untuk kaos, daster dan pakaian wanita lainnya. Pada perkembangannya pula, justru konsumen lokal banyak yang mencari batik kaos dan semacamnya. Semen tara batik tenun gedog banyak dicari konsumen dari Bali atau turis mancanegara. Mengenai harga sehelai atau sepotong baju Batik Gedog, rupiahnya cuktip bervariasi, mulai dari puluhan ribu sampai ratusan ribu rupiah, tergantung dari kualitas tenunan, motif ataupun wama.